Berada di tempat kerja selama 8-10 jam perhari dan menghabiskan separuh waktu kita sudah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari. Bisa dibilang tempat kerja sebagai rumah kedua. Maka dari itu sebisa mungkin kita harus membuat suasana kerja nyaman dan menyenangkan. Salah satu caranya adalah dengan menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang berada di tempat kerja.
Menjaga hubungan baik dengan semua orang, mulai dari atasan hingga rekan kerja sangat penting. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Selanjutnya dapat memberikan dampak baik bagi kinerja dan produktivitas.
Yuk, kita bahas beberapa cara untuk menjaga hubungan baik di tempat kerja:
1. Bersikap ramah dan sopan
Bersikap ramah dan sopan dengan semua orang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja, baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja. Contoh sederhana misalnya, saling menyapa dan memberikan senyuman pada rekan kerja saat bertemu atau berpapasan, berbicara atau berdiskusi dengan bahasa yang sopan. Dengan bersikap ramah dan sopan, maka energi positif akan menular ke orang lain.
2. Saling menghormati dan menghargai sesama
Sebuah studi dari The Balance Career menyebutkan bahwa menghormati teman kerja akan membuat hubungan pertemanan semakin erat. Di tempat kerja, kita pasti bertemu orang-orang yang memiliki latar belakang suku, agama, dan bahkan usia yang berbeda-beda. Bersikap saling menghormati dan menghargai antar sesama sangat penting karena saat bekerja kita pasti akan saling berinteraksi, bekerjasama, dan saling membutuhkan satu sama lainnya.
3. Saling membantu
Sikap saling tolong menolong dipercaya dapat membangun hubungan kerja yang baik. Saat bekerja, kita akan selalu saling bekerjasama dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Jika ada rekan kerja yang mengalami kesulitan atau masalah ada baiknya dibantu. Mulai dari memberikan masukan atau dukungan hingga membantu menyelesaikan pekerjaan kepada mereka. Dengan begitu, saat kita mengalami kesulitan, rekan kerja pun dengan senang hati akan membantu.
4. Jaga batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
Menjaga batas antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi adalah bagian yang seringkali dilupakan dalam membangun hubungan dengan rekan kerja. Contohnya, tidak membahas atau ikut campur masalah pribadi rekan kerja dan tidak mengganggu rekan kerja soal perkerjaan saat di luar jam kerja kecuali jika benar-benar penting. Ini akan membantu kita menjaga keseimbangan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
5. Membangun kepercayaan
Membangun rasa kepercayaan merupakan faktor penting dalam bekerja. Sekalipun kita termasuk orang yang sulit percaya dengan orang lain, namun saat bekerja, membangun rasa saling percaya merupakan karakteristik penting dalam membangun hubungan baik. Salah satu cara membangun kepercayaan adalah dengan menghindari gosip dengan rekan kerja. Gosip dapat menyebabkan ketidakpercayaan yang dapat menimbulkan konflik dan permusuhan antar sesama rekan kerja.
Banyak hal terjadi di dunia kerja. Mulai dari kejadian menyenangkan sampai hal-hal kurang menyenangkan yang bisa membuat kita merasa kesulitan. Setiap tempat kerja memiliki lingkungan dan budaya kerja yang khas sesuai dengan berbagai keunikan dan masalah di dalamnya.
Saat memasuki dunia kerja kita harus siap untuk menghadapi berbagai tantangan dan hal tidak terduga lainnya yang mungkin terjadi. Tantangan ada untuk dihadapi dan diatasi. Jika kita melarikan diri dari permasalahan yang terjadi hanya akan membuat kita semakin merasa tidak nyaman.
Dan berikut ini tantangan yang sering kita hadapi di tempat kerja:
1. Perbedaan pendapat
Ketika bekerja pasti kita akan berhubungan dengan orang lain atau banyak orang. Banyak orang berarti juga banyak kepala dengan banyak pemikiran, karakter, dan sudut pandang yang berbeda. Hal inilah yang sering menyebabkan perbedaan pandapat atau perselisihan. Apa yang kita rencanakan sering tidak sejalan dengan pandangan rekan kerja lain.
Sebenarnya hal ini merupakan hal yang sering kita hadapi saat bekerja. Sehingga saat terjadi perbedaan pendapat, sebisa mungkin untuk tetap berfikir positif, mencoba untuk menerima dan menghargai setiap perbedaan.
2. Motivasi kerja yang menurun
Sebagian dari kita pasti pernah kehilangan motivasi dalam bekerja dengan beragam alasan. Mengerjakan pekerjaan yang sama setiap harinya terkadang membuat kita bosan dan lelah. Di tambah lagi banyaknya tanggung jawab dan tugas yang harus diselesaikan. Deadline yang menumpuk, target yang harus dicapai, dan beberapa hal lain yang menyebabkan menurunnya motivasi kerja.
Terlepas dari apapun jenis pekerjaan yang ditekuni, motivasi atau semangat kerja bisa saja turun maupun naik. Motivasi kerja membuat kita lebih semangat dalam menjalani aktivitas. Oleh karena itu motivasi kerja menurun membuat kita sulit untuk bisa menyelesaikan tanggung jawab. Pekerjaan tidak dapat selesai dengan baik, bahkan bisa membuat kita stres atau depresi.
3. Work-life balance yang buruk
Menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi bukanlah hal yang mudah. Ini menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh para pekerja. Ditambah dengan pola kerja yang buruk, misalnya lembur yang terlalu sering, kurangnya waktu beristirahat, dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan masalah karena mengganggu keseimbangan hidup.
Jika dibiarkan akan menyebabkan menurunnya kinerja. Bahkan dapat mempengaruhi kesehatan. Meskipun sudah banyak solusi untuk mengatasai work-life balance nyatanya hal ini tidak mudah untuk diterapkan. Dibutuhkan waktu dan usaha ekstra untuk membangun work-life balance.
4. Beban kerja yang terlalu berat
Setiap orang yang bekerja pasti memiliki beban kerja yang berbeda-beda, dan target tertentu yang harus di capai. Beban kerja yang terlalu berat dapat menimbulkan masalah membuat karyawan merasa kewalahan dan kelalahan.
Dampak yang terjadi adalah mudah stres, kelelahan, sulit fokus, dan produktivitas menurun. Hal ini harus segera diatas. Caranya mulai dari membuat to do list hingga membicarakan langsung dan mendiskusikan dengan atasan.
5. Lingkungan kerja yang tidak suportif
Lingkungan kerja yang baik bisa mendukung orang yang bekerja di dalamnya, baik secara fisik maupun emosional. Ini bukan tanpa alasan, sebab lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap kepuasan dan motivasi kerja. Jika lingkungan kerja tidak nyaman, maka berdampak pada performa dan kualitas kerja. Bahkan dapat membuat orang yang bekerja di dalamnya merasa tertekan dan tidak dapat bekerja dengan baik.
Untuk menunjukan siapa yang terbaik di tempat kerja, tentu diperlukan kompetisi. Kompetisi sendiri merupakan hal yang biasa dan akan selalu terjadi dalam kehidupan kita. Apalagi di tempat kerja, banyak orang-orang yang mungkin memiliki misi dan tujuan ingin menjadi yang terbaik. Untuk menunjukan siapa yang terbaik dan dapat menyandang posisi tertinggi, maka kompetisi antar karyawan akan muncul dengan sendirinya.
Kompetisi atau persaingan yang terjadi di tempat kerja memiliki keuntungan dan kerugian. Kompetisi jika dilakukan secara sehat akan menguntungkan untuk diri kita. Namun, sebaliknya persaingan yang tidak sehat dapat membuat suasana kerja tidak menyenangkan, bahkan dapat memicu stres. Jadi, jangan takut untuk melakukan persaingan dan nikmati setiap prosesnya selama persaingan dilakukan dengan cara yang baik.
Lalu apa saja kira-kira kelebihan dan kekurangan yang akan kita dapatkan dari kompetisi kerja? Berikut kita bahas satu per satu:
Kelebihan kompetisi kerja:
1. Meningkatkan motivasi
Persaingan atau kompetisi dalam dunia kerja dapat mendorong kita untuk menjadi lebih baik. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, sebab persaingan secara tidak langsung merupakan stimulus dan dapat memancing segala kemampuan yang ada dalam diri menjadi lebih terekspos dan tereksplor dengan baik.
Kompetisi juga membuat pekerjaan menjadi lebih seru dan menambah semangat kerja. Kita terpacu untuk menampilkan performa terbaik yang kita miliki demi memenangkan persaingan. Dengan demikian, seluruh potensi yang kita miliki akan keluar dan terpacu untuk bekerja lebih baik lagi.
2. Dapat menjadi karyawan unggulan
Untuk menjadi yang terbaik, maka kita harus bisa mendorong diri sendiri untuk berada di atas standar kinerja. Kompetisi di tempat kerja juga mendorong kita untuk cepat dalam menyelesaikan pekerjaan dan meningkatkan kualitas dan hasil pekerjaan secara maksimal. Hal inilah yang dapat mendorong kita menjadi yang terbaik dan unggul, sehingga atasan maupun rekan kerja menyadari bahwa kita adalah orang yang tepat dan berkompeten.
3. Meningkatkan produktivitas
Kompetisi juga berguna untuk meningkatkan produktivitas. Orang yang sedang berkompetisi akan mendorong dirinya untuk bekerja dengan baik, sungguh-sungguh dan lebih cepat dalam menyelesaikan setiap tugas. Ini memacu seseorang untuk lebih fokus dalam pekerjaan agar dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Dengan begitu, hasil pencapaian yang didapat bisa lebih baik dari sebelumnya. Semangat kompetisi juga akan mendorong seseorang untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, tanpa melakukan sesuatu yang dapat menghambat pekerjaan.
Kekurangan kompetisi kerja:
1. Suasana kerja menjadi tidak menyenangkan
Orang yang melakukan kompetisi atau persaingan terkadang selalu menghalalkan segala cara agar dapat terlihat unggul dan menang dari orang lain. Inilah yang menyebabkan suasana kerja menjadi kurang menyenangkan. Ditambah lagi jika persaingan tersebut dilakukan dengan cara tidak sehat, seperti saling memfitnah, saling menjatuhkan, tidak kooperatif, tidak mau bekerjasama, dan persaingan-persaingan tidak sehat lainnya.
2. Menganggu kesehatan mental
Kompetisi di tempat kerja terkadang bisa membuat orang yang bersaing merasa stres dan cemas. Kompetisi terkadang membuat kita selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dan akan selalu membandingkan diri sendiri dengan pencapaian orang lain. Hal inilah yang membuat kita tertekan dan berkeinginan untuk terus bersaing. Sehingga dapat menimbulkan rasa cemas, takut gagal dan kecenderungan untuk selalu membandingkan diri. Akibatnya kesehatan mental memburuk.
3. Merusak hubungan atau relasi
Persaingan di tempat kerja terkadang dapat menimbulkan perselisihan yang merusak hubungan antar karyawan. Sebab orang-orang yang memiliki jiwa kompetitif tinggi mengaggap segala sesuatu sebagai perlombaan dan selau terobsesi dengan kemenangan. Hal ini dapat memicu kecenderungan untuk bersikap egois dan tidak berempati. Selanjutnya dapat merusak hubungan sosial dan menghambat kemampuan kerjasama tim.
Itulah kelebihan dan kekurangan dari kompetisi di tempat kerja. Kompetisi atau persaingan di tempat kerja sebenarnya memiliki dampak baik bagi kinerja individu, dengan catatan kompetisi dikelola dengan baik dan tidak berlebihan.
Di tempat kerja kita pasti akan menemukan orang-orang yang memiliki sifat dan kepribadian yang beragam atau berbeda-beda. Sangat mungkin jika terjadi gesekan yang memicu perselisihan. Menurut penelitian, setidaknya 49% penyebab konflik dikarenakan perbedaan karakter dan prinsip tiap individu. Selain karakter, adanya perbedaan gaya kerja, permasalahan pribadi, dan latar belakang personal juga bisa menjadi pemicu konflik.
Maka dari itu tidak heran lingkungan kerja menjadi salah satu tempat yang rawan terjadinya konflik. Meskipun wajar dan biasa terjadi, alangkah baiknya untuk mengelola konflik dengan baik. Konflik di tempat kerja akan dampaknya sangat besar karena dapat mempengaruhi mood dan suasana kerja.
Konflik di lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi profesional individu tersebut. Perselisihan yang terjadi dapat menimbulkan dampak yang kurang sehat baik untuk diri sendiri maupun lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang tidak sehat akan menurunkan produktivitas kerja, dan dapat memperburuk kinerja perusahaan. Oleh karena itu kita harus menghindarinya.
Berikut cara menghindari konflik di tempat kerja:
1. Saling membantu satu sama lain
Ada pepatah mengatakan ‘Perbuatan baik akan mendapatkan balasan yang baik pula’. Untuk itu jika kita ingin ditolong oleh orang lain jangan sungkan untuk sesekali mengulurkan bantuan jika ada teman atau rekan kerja yang mengalami kesulitan. Begitupun sebaliknya, jika kita mengalami kesulitan saat bekerja jangan sungkan untuk meminta bantuan rekan kerja lain. Karena sifat saling tolong menolong akan menciptakan hubungan yang akrab antar sesama rekan kerja. Dipercaya juga dapat menghindari konflik di tempat kerja.
2. Bersaing secara sehat
Persaingan merupakan hal yang biasa di tempat kerja. Sebagai karyawan di mana pun kita bekerja, pasti memiliki jiwa kompetitif dengan berbagai motivasi yang berbeda-beda. Persaingan di tempat kerja ini memang tidak bisa dihindari. Sisi positifnya, persaingan dapat meningkatkan motivasi para karyawan untuk terus meningkatkan kualitas kerjanya. Namun sisi negatifnya persaingan dapat menimbulkan konflik jika persaingan tersebut tidak sehat atau diam-diam saling menjatuhkan.
Jadi, agar tidak terjadi konflik kerja, bersainglah secara sehat. Hindari persaingan yang tidak sehat, misalnya dengan saling memfitnah, saling menjatuhkan, tidak kooperatif, tidak mau bekerjasama, dan lain sebagainya.
3. Saling menghargai pendapat
Dalam sebuah perusahaan, sangatlah mungkin setiap karyawan yang bekerja di dalamnya memiliki karakter dan sudut pandang yang beragam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan latar belakang, pengalaman kerja, lingkungan, bahkan kepribadian. Perbedaan pendapat yang terjadi di lingkungan kerja inilah yang bisa menjadi tantangan tersendiri jika tidak dihadapi dengan baik. Sebab bisa saja memunculkan konflik yang berdampak negatif pada produktivitas, dan kemajuan perusahaan.
Oleh karena itu, hargai setiap perbedaan yang dimiliki oleh rekan kerja. Dengan adanya perbedaan pendapat justru mampu memberikan lebih banyak persepektif bagi kemajuan perusahaan. Coba untuk membuka diri dan mendengarkan serta menghargai setiap sudut pandang rekan kerja yang berbeda. Dengan begitu kita bisa belajar sesuatu yang baru dan menghasilkan solusi terbaik.
4. Hindari masalah personal
Konflik antar dua individu dapat dipicu oleh permasalahan pribadi atau personal. Jika penyebab konflik demikian, maka sebaiknya tidak meyeret masalah pribadi ke ranah publik. Usahakan untuk menyelesaikan masalah pribadi pada saat di luar jam kerja. Satu hal yang harus ditanamkan, yaitu selalu mengedepankan kepentingan perusahaan. Ini merupakan wujud dari profesionalitas kita saat berada di lingkungan kerja.
Itulah beberapa cara menghindari konflik di tempat kerja. Namun, jika konflik sudah terlanjur terjadi yang paling penting usahakan untuk tetap berkepala dingin. Utamakan pemecahan konflik yang terbaik bagi semua pihak. Sekecil apapun konflik kerja upayakan untuk segera diselesaikan. Jangan dibiarkan terlalu lama atau berlarut-larut. Konflik besar bermulai dari konflik-konflik kecil yang tidak terselesaikan dengan baik.
Profesi-profesi di bawah ini memang bercirikan karakter perempuan, walau ada beberapa profesi yang didominasi pria, profesi tersebut mampu dilakukan oleh perempuan dan terbukti perempuan sukses menjalaninya. Dengan menempati “pos-pos” pekerjaan yang tepat, maka Anda akan bisa merasakan hawa segar dari gaji tinggi yang diberikan profesi ini. Apa saja profesinya?
Bidan
Bidan adalah pekerjaan yang identik dengan perempuan. Coba perhatikan, pernahkah Anda menemui bidan pria? Rasanya tidak akan pernah! Itu karena perempuan sangat tepat mengurusi ibu-ibu hamil. Nah bicara soal penghasilan, bidan yang bekerja di sebuah rumah sakit tentu nilainya UMR dengan berbagai tunjangan.
Namun, ketika sang bidan membuka praktik persalinan sendiri, maka hal itu bisa berbeda cerita. Mungkin, praktik membuka persalinan bisa dikategorikan ke dalam bisnis, tapi jika itu sesuai dengan profesinya dan dijalankan dengan semangat dan penuh pengabdian, bukan tidak mungkin sang bidan memiliki banyak ‘penggemar’’, dan pasti akan laris manis. Bahkan, saya pernah mendengar ada bidan yang puluhan tahun membantu sebuah keluarga melahirkan mulai dari ibunya, anak si ibu, dan cucu si ibu tsb. Itu karena bidan tersebut sudah dangat dipercaya hasil kerjanya.
Jika sang bidan memiliki kemampuan yang mumpuni untuk melayani para ibu hamil dengan harga relatif kompetitif, tentu saja akan ada banyak orang yang berdatangan. Omzet plus gaji bulanan yang didapatnya dari rumah sakit tentu akan memperbesar jumlah penghasilannya.
Pramugari
Faktanya, pramugari jauh lebih banyak dibutuhkan ketimbang pramugara. Namun, soal gaji, pramugari tidak bisa dibilang kecil, karena rata-rata perusahaan penerbangan memberikan gaji sebesar 8 juta rupiah tiap bulannya.
Selain soal gaji, pramugari akan memiliki keuntungan lain, yakni bisa terbang gratis keliling dunia. Ya, sebab, mereka memang mengikuti jadwal penerbangan. Tentu hal ini menyenangkan, terutama bagi perempuan yang senang dengan travelling. Hanya saja, ada hal yang mesti Anda ketahui bahwa bekerja sebagai pramugari memiliki risiko sangat besar.
Guru
Profesi guru masih kerap dipandang sebelah mata. Namun tahukah jika guru itu kreatif, maka dia akan bisa menghasilkan banyak rupiah untuk dimasukkan ke dalam rekening.
Mungkin Anda berpikir bagaimana mungkin seorang guru itu memiliki gaji besar? Sedangkan gajinya saja berada dibawah UMR.
Perlu diketahui bahwa profesi guru memerlukan keahlian khusus, terutama kesabaran menghadapi tingkah laku anak murid. Tidak mudah loh menghadapi anak-anak.Nah, keahlian ini bisa dijual. Misalnya, membuat lembaga les calistung, tempat les berbahasa Inggris, kursus komputer, dan lain sebagainya. Apalagi sekarang banyak tersedia alternatif pengajaran berbasis teknologi yang bisa membantu guru mendapatkan banyak penghasilan tambahan.
Public relation
Profesi lainnya adalah public relation (PR). Profesi ini terbuka lebar untuk dijalani oleh perempuan. Perempuan mudah membuat orang bersimpati dan memahami bagaimana membuat situasi menjadi lebih kondusif. Perempuan juga dinilai tepat menjalankan profesi ini karena memiliki kemampuan mendengarkan dan multi-tasking lebih baik ketimbang pria. Ketika perempuan ingin menjalani pekerjaan di bidang ini diharuskan memiliki kecakapan berkomunikasi, memunculkan ide, dan tanggap mencari solusi.
Entrepreneur/wirausaha
Saat ini semakin banyak perempuan yang terjun menjadi entrepreneur atau wirausaha. Membangun bisnis sendiri dan mengelolanya hingga sukses adalah ciri entrepreneur. Riset menunjukkan bahwa semakin banyak perempuan yang terjun ke bisnis. Bahkan perusahaan yang menempatkan perempuan di level direktur menunjukkan tingkat performa perusahaan yang lebih baik, dibandingkan perusahaan yang semua direkturnya diisi oleh pria.
Membangun bisnis sendiri memang bukan hal yang mudah, namun dengan keyakinan, ketekunan dan upaya yang terus menerus dipastikan bisnis akan membawa kesuksesan. Ciri perempuan yang tahan stress, multi-tasking, dan pantang menyerah menjadikan karakter tersendiri untuk sukses sebagai entrepreneur.
Anda masih bingung mencari pekerjaan atau profesi apa yang tepat untuk dijalani? Cobalah mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Salah satu caranya adalah melakukan asesmen terkait minat, bakat, dan kepribadian karir di lembaga atau biro konsultasi yang menyediakannya. Paling tidak dengan mengenali diri lebih dalam, pilihan Anda akan semakin spesifik dan terarah. Sukses!
Individu yang bekerja di sebuah perusahaan sudah pasti memiliki beragam karakter yang berbeda-beda. Diantara sekian banyak karakter dan ciri-ciri itu, tanggung jawab menjadi karakter penting yang wajib dimiliki karyawan. Apa saja ciri karyawan yang bertanggung jawab? Berikut ini tujuh ciri-cirinya, yaitu:
1. Datang tepat waktu
Datang tepat waktu menggambarkan tanggung jawab dalam bentuk kedisiplinan. Akan lebih baik, Anda telah tiba di kantor sebelum atasan Anda datang. Hindari datang setelah jam kerja dimulai. Bagaimana bisa Anda bertanggung jawab, jika datang tepat waktu saja tidak bisa?
2. Jujur
Siapapun pasti pernah berbuat kesalahan, tapi tak sedikit pekerja yang takut mengungkapkan kesalahan dirinya. Menerima kesalahan dan berupaya memperbaikinya menunjukkan sikap ksatria dan bertanggung jawab. Itulah mengapa jujur menjadi salah satu ciri penting dari karakter tanggung jawab seorang karyawan dalam pekerjaannya.
3. Memiliki inisiatif
Sebagai karyawan, Anda sebaiknya berinisiatif dalam bekerja. Inisiatif memberikan informasi kepada atasan bahwa Anda tipe pekerja yang bertanggung jawab. Dengan mengambil langkah-langkah out the box, Anda menunjukkan kapasitas Anda untuk tumbuh dan berkembang dalam membangun karir. Pastikan juga inisiatif yang Anda upayakan berhasil dan tepat guna.
4. Totalitas
Untuk membuktikan kemampuan kerja, Anda harus total dalam bekerja. Hal ini membuat Anda mengerahkan seluruh kemampuan terbaik untuk mengerjakan tugas. Totalitas juga menunjukkan tingkat tanggung jawab Anda dalam menuntaskan pekerjaan.
5. Konsisten
Hindari menjadi pekerja yang inkonsisten. Artinya, jika Anda melakukan sebuah hal baik hari ini, maka lakukan lagi itu besok, besoknya lagi, besoknya besoknya lagi, dan seterusnya sehingga hal tersebut menjadi karakter Anda. Jika tidak konsisten, maka Anda akan ditandai sebagai pekerja yang kurang bertanggung jawab.
6. Etika baik
Pekerja yang bertanggung jawab pastinya memiliki etika yang baik. Karena itu, sebisa mungkin, hindari affair, perilaku kerja yang buruk, dan sejenisnya yang akan menjatuhkan nama baik Anda sendiri.
7. Bisa kerja tim
Anda pasti emoh dicap tidak memiliki tanggung jawab oleh rekan-rekan kerja Anda. Bisa bekerja sama dengan rekan kerja menandakan Anda memahami tanggung jawab Anda. .
Demikian tujuh ciri-ciri karyawan bertanggung jawab. Jika seorang karyawan sampai tidak mengerti tanggung jawabnya, maka kemungkinan besar karirnya mentok, atau kemungkinan terburuk adalah dipecat dari perusahaan.
Setiap karyawan sudah pasti memiliki tugas dan tanggung jawab. Namun, tugas dan tanggung jawab ini berbeda-beda, tergantung jabatan yang diembannya. Termasuk juga karyawan di level manager. Nah, apa saja yang tugas dan tanggung jawab seorang manager?
Top Manajer
Karyawan yang berada di level top manajer memiliki tugas dan tanggung jawab secara garis besar, yaitu:
Middle Manajer
Karyawan yang berada di level middle manajer memiliki tugas dan tanggung jawab secara umum sebagai berikut:
Firstline Manager
Karyawan yang berada di level lower atau firstline manajer akan memiliki tugas dan tanggung jawab secara umum sebagai berikut:
Demikian beberapa tugas dan tanggung jawab di tiap level manajer secara garis besar. Intinya, sebagai manager maka tugasnya adalah me-manage. Mengatur dan mengelola beragam hal yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan. Semakin tinggi posisinya, maka semakin kompleks hal-hal yang harus diatur oleh seorang manager.
Guna mengetahui kompetensi seseorang, baik itu untuk keperluan tes kerja atau untuk keperluan promosi, maka sering dilakukan suatu penilaian kompetensi dengan mengukur perilaku yang merupakan bagian dari assessment center. Simak pembahasan lebih lanjut berikut ini.
Apa itu Assessment Center?
Assessment Center merupakan metode penilaian yang digunakan untuk menilai kompetensi perilaku dan juga mengevaluasi kapasitas seorang karyawan secara komprehensif, berdasarkan model kompetensi tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kompetensi dilakukan dengan cara sistematis berdasarkan hasil kerja yang ditunjukkan selama proses assessment center. Melalui pengukuran atau penilaian yang diperoleh tersebut, perusahaan akan mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetensi spesifik individu sesuai dengan yang dituntut dalam persyaratan jabatan. Metode tersebut biasa digunakan untuk menilai kemampuan kandidat yang akan menempati posisi tertentu atau untuk mengetahui kesiapannya dalam posisi yang lebih tinggi, untuk kepentingan suatu promosi jabatan.
Metode pada assessment center berupa rangkaian aktivitas ataupun simulasi yang diberikan kepada peserta assessment, beberapa diantaranya yakni’
Case Analysis
Peserta dihadapkan pada suatu jenis permasalahan dalam bentuk suatu kasus tertentu. Lalu peserta akan diminta untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengidentifikasi masalah dari kasus tersebut dan memberikan rekomendasi terkait solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Leaderless Group Discussion
Peserta diminta untuk membuat suatu kemungkinan solusi atas kasus tertentu dan mendiskusikannya ke dalam suatu kelompok kecil untuk kemudian dapat dihasilkan keputusan bersama mengenai permasalahan yang dihadapi.
Role Play
Peserta dihadapkan pada permasalahan dalam kantor aatau dalam tim kerja, kemudian peserta menjalankan peran tertentu untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dengan menjalankan peranny dan dihadapkan pada pihak lain yang terkait dalam kasus yang harus diatasi.
In Basket
Peserta dituntut untuk menangani setumpuk dokumen dengan beragam aktivitas dan harus ditindaklanjuti. Termasuk melakukan pengelolaan kerja, melakukan pengambilan keputusan, dan menyusun prioritas dari setumpuk tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Behavioral Event Interview
Peserta akan menjalankan proses wawancara terstruktur dengan asesor, untuk menggali kompetensi berbasis perilaku yang dinilai.
Tugas pokok asesor dapat dirumuskan dalam istilah O R C E, yaitu Observe, Record, Classify, Evaluate.
Observe behaviors and Read responses
melakukan observasi perilaku dengan beberapa jenis tes dan mencermati respons yang dituliskan oleh peserta pada sejumlah tes dan simulasi. Pada tahap ini asesor hanya mengobservasi perilaku dan tidak melakukan evaluasi ataupun penilaian.
Record
melakukan recording atau membuat catatan terhadap perilaku-perilaku yang diamati atau juga terhadap respons tertulis dari para peserta kandidat. Asesor melakukan pencatatan sedetil mungkin pada tahapan ini, serta melakukan proses recording berdasar bukti-bukti perilaku dengan secara detil.
Classify
Melakukan klasifikasi dan mengkategorikan respon peserta indikator kompetensi yang relevan. Pada tahap ini asesor harus mampu mengidentifikasi perilaku atau respon peserta ke dalam kategori yang dibuat dan menyusun bukti-bukti pendukung.
Evaluate
Tahap paling akhir adalah melakukan evaluasi dan memberikan rating untuk tiap kompetensi berdasarkan hasil di tahap klasifikasi. Evaluasi dan penilaian didasarkan pada bukti-bukti perilaku yang telah diperoleh, baik itu yang hasilnya positif maupun yang negatif.
Demikian sekilas tentang metode dan tahapan kerja asesor dalam Assessment Center.
Pengembangan karir memiliki beberapa bentuk pengembangan yang bisa ditentukan sesuai kebutuhan individu. Bentuk pengembangan karir juga tergantung dari jalur karir yang sudah direncanakan sejak awal di masing-masing organisai atau perusahaan.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk pengembangan karir yang paling sering dipillih:
1. Promosi
Bentuk pengembangan karir yang satu ini merupakan suatu peningkatan jabatan atau kenaikan posisi dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Biasanya perubahan posisi atau jabatan ini juga dibarengi oleh perubahan tanggung jawab, hak-hak, dan status individu yang mendapatkan promosi tersebut.
2. Pelatihan dan Pendidikan
Pelatihan dan pendidikan adalah suatu bentuk aktivitas yang dirancang dalam periode waktu tertentu, bertujuan untuk memperbaiki tingkah laku, sikap, dan menambah pengetahuan, serta keterampilan individu. Pelatihan dan pendidikan ini biasanya dirancang oleh perusahaan, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu.
3. Mutasi
Bentuk lainnya adalah mutasi. Mutasi merupakan suatu bagian dari proses pengembangan karir yang bisa menaikkan atau mengembangkan karyawan melalui perubahan posisi dan jabatan dalam suatu organisasi. Mutasi juga sering didefinisikan sebagai perubahan jabatan dari satu kelas ke kelas lain yang lebih tinggi ataupun lebih rendah, yang kadang berdampak terhadap skala gaji. Mutasi kadang dipersepsikan sebagai penurunan, dikarenakan orang yang mengalami mutasi seringkali karena kinerja atau produktifitas yang menurun. Padahal, mutasi juga dimaksudkan untuk membantu karyawan tersebut berubah atau berkembang ke arah yang lebih baik.
4. Coaching
Coaching adalah model pengembangan yang saat ini sedang tren di dunia kerja. Coaching dimaksudkan untuk membantu karyawan berhasil menjalani atau mengatasi kesulitan yang mempengaruhi kinerjanya. Misal, seorang manajer penjualan yang kinerja targetnya sangat baik, namun sangat kurang dalam mengembangkan bawahan, maka organisasi dalam membantunya berkembang dengan memberikan seorang coach yang membantu meningkatkan kemampuan kepemimpinannya.
Itulah beberapa bentuk pengembangan karir yang paling sering digunakan perusahaan maupun organisasi untuk mengembangkan kemampuan karyawannya, yang pada akhirnya mengembangkan karir karyawan tersebut.
Dunia telah berubah sedemikian pesat. Memakai bahasa matematika, perubahan yang terjadi mungkin mengikuti deret ukur bukan lagi deret hitung karena demikian cepatnya berubah, bahkan mungkin membentuk suatu deret baru yang belum diketahui karena perubahan yang terjadi kadangkala tidak mudah dipahami.
Akselerasi yang sedemikian cepat, membuat organisasi perlu beradaptasi dan mengantisipasi dengan segera terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dunia.
Di dunia bisnis, kondisi ini diistilahkan dengan nama VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Banyak hal yang terjadi di dunia saat ini bergerak secara volatil (naik dan turun secara tajam), tidak dapat dipastikan bagaimana dan kenapa hal tersebut terjadi, bersifat kompleks karena melibatkan banyak sekali unsur yang didalamnya saling kait-mengait, dan seringkali tidak mudah diprediksi, bersifat membingungkan (ambigu).
Dalam kondisi seperti ini, organisasi tidak dapat menyandarkan diri sebagai organisasi itu sendiri yang merupakan kumpulan orang yang digerakkan untuk mencapai suatu tujuan, tetapi organisasi harus sudah menjadi kumpulan individu yang menggerakkan diri secara bersama-sama karena suatu keyakinan bersama guna mencapai tujuan penting.
Peran aktif individu-individu inilah yang menjadikan organisasi sebuah ‘living entity’ dan bukan sekedar ‘living machine’. Organisasi seperti ini, yang orang-orangnya mau dan mampu mengambil peran aktif yang akan berhasil menjawab tantangan dunia bisnis saat ini.
Untuk organisasi dapat berkinerja unggul saat ini, maka penting untuk mendapatkan karyawan yang sukarela terlibat aktif dan bergerak tanpa harus diinstruksikan, berorientasi masa depan, mau memberikan saran-saran perbaikan, dan mengambil inisiatif merupakan suatu keniscayaan (Thomas, Whitman, & Viswesvaran, 2010; Crant, 2000; Chan, 2006). Inisiatif personal dan perilaku proaktif adalah kunci keunggulan kompetitif dan kesuksesan organisasi (Crant, 2000).
Di masa depan, diprediksi organisasi semakin membutuhkan karyawan dengan perilaku-perilaku proaktif (Fuller, Barnett, Relyea, & Frey, 2007). Penelitian lain menunjukkan bahwa perilaku-perilaku sukarela yang berorientasi perubahan diyakini dapat menjawab lingkungan bisnis yang dinamis dan terus berubah serta meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan (Podsakoff, Whiting, Podsakoff, & Blume, 2009; Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006; MacKenzie, Podsakoff, & Podsakoff, 2011).
Salah satu tipe perilaku proaktif adalah taking charge (yakni, perilaku melibatkan diri secara aktif melalui upaya-upaya konstruktif dan sukarela yang berdampak pada perbaikan/peningkatan fungsi pekerjaan di organisasi). Perilaku keterlibatan aktif ini tidak muncul begitu saja dari diri karyawan, di sisi lain perusahaan juga tidak bisa ‘memaksakan’ karyawan untuk melibatkan diri secara aktif, karena sepanjang pekerjaan –yang didasarkan pada job description– telah terselesaikan, maka artinya secara kontraktual, karyawan telah menuntaskan pekerjaannya.
Sifat sukarela dan tidak dapat dipaksakan dari perilaku keterlibatan aktif, menjadikan kesadaran karyawan adalah kunci guna memahami perilaku ini. Artinya, saat karyawan melakukan tindakan secara sukarela untuk kepentingan bersama, pasti ada dorongan internal yang membuat karyawan mau melakukan perilaku tersebut.
Penelitian menunjukkan bahwa dorongan ini berasal dari rasa tanggung jawab (Moon, dkk, 2008; Choi, 2007), akan tetapi semata-mata memberikan tanggung jawab kepada karyawan tidak berarti karyawan akan bertanggung jawab (Cummings & Anton, 1990). Dengan kata lain, ada atribut yang lebih mampu menjelaskan bagaimana tanggung jawab ini terinternalisasi dalam diri karyawan dan bukan sekedar tanggung jawab karena ‘paksaan’ dari luar (misal, menyelesaikan pekerjaan karena sudah terikat kontrak).
Apakah itu? psychological ownership (kepemilikan psikologis) terbukti dapat mendorong terciptanya rasa tanggung jawab dari dalam diri (Pierce, dkk., 2001, 2003). Individu yang merasakan kepemilikan atas sebuah obyek akan mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menjaga, melindungi, mempertahankan, dan mengembangkan apa yang menjadi miliknya tersebut (Belk, 1988; Furby, 1978). Hal ini dapat dianalogikan antara Anda dan anak Anda. ‘Rasa kepemilikan’ Anda terhadap sang anak membuat Anda ingin menjaga, melindungi, dan menumbuh-kembangkannya dengan sebaik mungkin.
Demikian juga rasa kepemilikan pekerjaan akan membuat Anda berupaya untuk melakukan hal-hal terbaik untuk pekerjaan Anda. Individu dengan kepemilikan psikologis yang tinggi akan mencurahkan kepedulian dan perhatian yang lebih besar terhadap obyek kepemilikannya (Belk, 1988; Beggan, 1992).
Selanjutnya rasa tanggung jawab yang terbangun dari rasa kepemilikan ini mendorong individu melakukan usaha-usaha ekstra yang bersifat sukarela, yakni terlibat aktif untuk kemajuan pekerjaan/organisasi tempatnya bekerja (Dirks, Cummings, & Pierce, 1996; Pierce, dkk., 2003; Pierce & Jussila, 2011). Sejauh ini telah banyak penelitian yang mendukung hubungan positif antara kepemilikan psikologis dan perilaku keterlibatan aktif (misal, Van Dyne & Pierce, 2004; Vandewalle, Van Dyne, & Kostova, 1995; O’Driscoll, dkk., 2006)
Penelitian terkait rasa kepemilikan dalam organisasi merupakan riset yang masih baru. Konstruk kepemilikan psikologis sendiri baru muncul tahun 1991 dipelopori oleh Prof. Jon L. Pierce dari Amerika (Pierce, dkk., 1991). Rasa kepemilikan adalah sifat natural dari fungsi manusia, merupakan bawaan dalam diri individu (McDougall, 1908/1923 dalam Pierce, dkk., 2001). Penelitian memperlihatkan bahwa rasa kepemilikan telah muncul sejak tahap awal masa kanak-kanak (Kanngiesser, Gjersoe, & Hood, 2010).
Sayangnya, peran penting rasa kepemilikan ini belum banyak disadari oleh pemimpin-pemimpin organisasi (Adair, 2008; Avolio & Reichard, 2008). Mungkin ini saat yang tepat bagi Anda untuk mengusulkan pada top manajemen agar mulai membangun rasa kepemilikan karyawan terhadap pekerjaan maupun organisasi. Mengapa tidak? 🙂